Guru berprestasi masa kini ditentukan oleh sebatas apa guru tersebut mengerti, memahami, dan menerapkan pembelajaran yang sesungguhnya. Mereka tidak lagi berada dalam pusaran pengajaran yang mengutamakan dominasi tunggal melainkan berada dalam posisi fasilitator yang dilaogis. Secara nyata, telah terjadi perubahan paradigma dari pengajaran ke pembelajaran. Oleh karena itu, guru secara teknis dalam mengejawantahkan roh kebenaran sebaiknya melalui rel pembelajaran.
Pembelajaran menjadi orientasi proses menumbuhkembangkan pribadi siswa karena selama ini (1) pendidikan dipandang tidak mampu memanusiawikan siswa secara tepat dan sesuai dengan jati dirinya; (2) pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggara bukan untuk peserta didik; (3) pendidikan yang diselenggarakan bersifat pemindahan isi (content transmission). Tugas pengajar hanya sebagai penyampai pokok bahasan. Mutu pengajaran menjadi tidak jelas karena yang diukur hanya daya serap sesaat yang diungkap lewat proses penilaian hasil belajar yang artifisial. Pembelajaran tidak diarahkan kepada partisipatori total dari peserta didik yang pada akhirnya dapat melekat sepenuhnya dalam diri peserta didik; (4) aspek afektif cenderung terabaikan; (5) diskriminasi penguasaan wawasan terjadi akibat anggapan bahwa yang di pusat mengetahui segalanya dibandingkan dengan yang di daerah, yang di daerah merasa mengetahui semuanya dibandingkan dengan yang di cabang, yang di cabang merasa lebih tahu di bandingkan dengan yang di ranting, begitu seterusnya. Jadi, diskriminasi sistematis terjadi akibat pola pembelajaran yang subjek—objek; dan (6) pengajar selalu mereduksi teks yang ada dengan harapan tidak salah melangkah. Teks atau buku acuan dianggap segalanya jika telah menyampaikan isi buku acuan berhasillah dia.
Pembelajaran masa kini dirancang dengan berbagai model pembelajaran berdasarkan multikarakter siswa dan multikonteks belajar dengan berorientasi pada konsep bahwa (1) setiap peserta didik adalah unik. Peserta didik mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, proses penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang agar dapat lebih berkembang; (2) anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil. Jalan pikir anak tidak selalu sama dengan jalan pikir orang dewasa. Orang dewasa harus dapat menyelami cara merasa dan berpikir anak-anak. Yang terjadi justru sebaliknya, pendidik memberikan materi pelajaran lewat ceramah seperti yang mereka peroleh dari bangku sekolah yang pernah diikuti; (3) dunia anak adalah dunia bermain tetapi materi pelajaran banyak yang tidak disajikan lewat permainan. Hal itu salah satunya disebabkan oleh pemberian materi pelajaran yang jarang diaplikasikan melalui permainan yang mengandung nuansa filsafat pendidikan; (4) usia anak merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup manusia. Namun, dunia pendidikan tidak memberikan kesempatan bagi kreativitas anak.
Pada kenyataannya, pola pengajaran dengan ciri berpusat pada guru itu memang sulit untuk dihindari karena guru terlanjur mempunyai memori yang kuat dan melekat sejak pertama mengajar sampai saat ini. Hasilnya, alih-alih siswa paham akan konsep pembelajaran, dia malah tidak paham akan materi yang diberikan selama pembelajaran karena lebih banyak mengantuk, mengobrol, dan asyik dengan gambar di bukunya. Sang guru senang karena pembelajaran terasa tenang, senyap, diam, dan semua wajah tertuju pada guru dengan bibir terkatup tanda setuju. Begitulah warna pembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa sebagai konsumen. Sudah saatnya, guru menjadi subjek yang dinamis dan kreatif sehingga mampu menyerap perkembangan pembelajaran masa kini. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kolom berikut ini.
Tabel 1: Perlakuan guru terhadap siswa di kelas
Siswa sebagai `Konsumen' Siswa sebagai `Produsen'
- Mendengarkan penjelasan guru sepanjang hari tanpa memberikan respon dan penilaian terhadap materi yang disajikan
- Mencatat semua informasi yang dituliskan guru di papan tulis dan didiktekan guru secara lisan tanpa sedikitpun memberikan pandangan dan catatan menurut pikirannya
- Memberikan jawaban dengan mengulangi kata-kata yang pernah disampaikan guru atau imengulangi nformasi yang tertuang dalam buku teks.
- Mengulangi kata-kata guru secara koor sewaktu guru memberikan jawaban sepotong-potong dan potongan jawaban yang lain dijawab bersama-sama seperti `kita perlu membuat kali………' , kata guru dan siswa meneruskan dengan `maaaat'.
- Menghasilkan karya dan solusi permasalahan setelah disajikan `resep' rinci dari guru.
- Membuat laporan dengan bahasa dan pedoman
- Ketika seorang siswa bertanya, `Pak, apakah teori itu dapat diterapkan di sini?'. Guru langsung mengatakan, `Kamu tahu
- Mengajukan pertanyaan, berkomentar terhadap suatu pendapat, menjawab pertanyaan secara kreatif
- Membuat karangan kreatif berdasarkan pengalaman dan imajinasinya. Kadangkala dalam karangan itu disertai gambar untuk memperjelas bahasa tulis.
- Memberikan jawaban sendiri secara kritis dengan alasan melalui hasil penalaran logis
- Mengomentari jawban guru sambil mengungkapkan alasan tanda kesetujuannya atau ketidaksetujuaan
- Menghasilkan karya dalam bentuk model, tulisan, produk teknologi sederhana
- Membuat laporan dengan bahasa dan pola sendiri. Laporannya penuh imaginasi dan uraian yang disajikan sangat lengkap dan rinci
- Ketika seorang siswa bertanya, `Pak, apakah teori itu dapat diterapkan di sini?'. Guru langsung mengajukan pertanyaan juga, `Menurutmu bagaimana dapat atau tidak diterapkan? `Kalau dapat, apakah teori itu mengalami penyesuaian?' `Kalau tidak dapat, apakah tidak teori itu digantikan teori lain?'
Guru berprestasi tidaklah akan cepat puas dengan salah satu tindakan yang dilakukannya di dalam kelas sebelum mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya, siswa, dan kepentingan akademis. Banyak jalan menuju Roma, begitu pula banyak jalan untuk menjadi guru yang terbaik di antara yang baik. Guru yang seperti itu biasanya apabila mengajar selalu:
1. berpusat pada siswa
2. lebih senang pola induktif daripada deduktif
3. menarik dan menantang dalam menyajikan mata ajar
4. berorientasi pada kompetensi siswa
5. menekankan pembelajaran bukan pengajaran
6. memvariasikan model dan teknik pembelajaran
7. menggunakan sentuhan manusiawi
8. menggunakan media belajar yang menghasilkan pesan maksimal
9. menilai secara autentik
10. mengedepankan citra mengajar
Berikut ini tabel perbandingan pola mengajar konvensional dengan pola multimodel.
Tabel 2: Perbandingan Pola Mengajar
Pola Konvensional Pola Multimodel
- Guru berceramah apapun materinya.
- Guru melakukan berbagai cara seperti: kata kunci, skema, resume, gambar, menyusun potongan konsep, isian lanjutan, analogi, permainan, dst.
Pada kenyataannya, guru berprestasi belum menjadi bagian dari hidup seorang guru secara otomatis dan serta merta karena taraf hidup yang masih di bawah standar. Hal tersebut menjadi sebuah catatan penting dalam menapaki budaya prestasi seorang guru. Untuk itu, perlu upaya pemberdayaan guru dengan (1) menaikkan tarap hidup melalui penguatan kesejahteraan, (2) mentransplantasikan pembelajaran modern secara top-down, (3) menguatkan kesadaran alamiah secara bottom-up, (4) membangun budaya kinerja yang berorientasi pada roh kebenaran pendidikan, (5) dan meningkatkan kadar ketangguhan, kekenyalan, dan keswadayaan guru.
IV
Dengan begitu, amatlah jelas bahwa guru berprestasi merupakan aspek penting dalam kemajuan pendidikan di sekolah. Apalagi, saat ini,
Mengajar merupakan tugas yang sangat kompleks. Tugas kompleks tersebut tentunya juga dimiliki oleh guru berprestasi. Menurut Arends (dalam Kardi dan Nur, 2000:6), menjadi seorang guru berprestasi memerlukan sifat-sifat sebagai berikut.
a. Guru yang berhasil memiliki kualitas pribadi yang memungkinkan ia mengembangkan hubungan kemanusiaan yang tulus dengan siswa, orang tua, dan kolega-koleganya.
b. Guru yang berhasil mempunyai sikap yang positif terhadap ilmu pengetahuan. Mereka menguasai dasar-dasar pengetahuan tentang belajar dan mengajar; menguasai pengetahuan tentang perkembangan manusia dan cara belajar; dan menguasai pengajaran dan pengelolaan kelas.
c. Guru yang berhasil menguasai sejumlah keterampilan mengajar yang telah dikenal di dunia pendidikan untuk mendorong keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar.
d. Guru yang berhasil memiliki sikap dan keterampilan yang mendorong siswa untuk berpikir reflektif dan mampu memecahkan masalah. Mereka memahami bahwa belajar pengelolaan pembelajaran yang baik merupakan proses yang amat panjang sama halnya dengan profesi lain, yang memerlukan belajar dan interaksi secara berkelanjutan dengan kolega seprofesi.
Pembelajaran apapun yang digunakan guru, Dryden dan Vos (2000:296) secara khusus menyarankan kepada guru agar menggunakan enam kiat mengajar dengan efektif apabila mengharapkan hasil belajar siswa secara maksimal. Keenam kiat mengajar dengan efektif di kelas sebagai berikut.
a. Ciptakan kondisi yang benar
1) Orkestrakan lingkungan
2) Ciptakan suasana positif bagi guru dan murid
3) Kukuhkan, jangkarkan, dan fokuskan
4) Tentukan hasil dan sasaran; AMBAK—Apa Manfaatnya Bagiku?
5) Visualisasikan tujuan Anda
6) Anggaplah kesalahan sebagai umpan balik
7) Pasanglah poster di sekeliling dinding
b. Presentasikan dengan benar
1) Dapatkan gambar menyeluruh dahulu, termasuk perjalanan lapangan
2) Gunakan semua gaya belajar dan semua ragam kecerdasan
3) Gambarlah, buatlah pemetaan pikiran, dan visualisasikan
4) Gunakan konser musik aktif dan pasif
c. Pikirkan
1) Berpikirlah kreatif
2) Berpikirlah kritis—konseptual, analitis, dan reflektif
3) Lakukan pemecahan masalah secara kreatif
4) Gunakan teknik memori tingkat tinggi untuk menyimpan informasi secara permanen
5) Berpikirlah tentang pikiran Anda
d. Ekspresikan
1) Gunakan dan praktikkan
2) Ciptakan permainan, lakon pendek, diskusi, sandiwara—untuk melayani semua gaya belajar dan semua ragam kecerdasan
e. Praktikkan
1) Gunakan di luar sekolah
2) Lakukan
3) Ubahlah murid menjadi guru
4) Kombinasikan dengan pengetahuan yang sudah Anda miliki
f. Tinjau, Evaluasi, dan rayakan
1) Sadarilah apa yang Anda ketahui
2) Evaluasilah diri/teman/dan siswa Anda
3) Lakukan evaluasi berkelanjutan
V
Dari kupasan di atas, tampak jelas bahwa guru berprestasi memerlukan perubahan paradigma pendidikan dari pengajaran bergeser ke pembelajaran. Perubahan tersebut tentunya membutuhkan orang-orang yang berani menguji, memperbaiki, bahkan mengubah sistem dengan menyesuaikan realitas yang ada dan berkembang selama ini di masyarakat. Orang-orang tersebut meyakini bahwa dunia sudah berubah. Kemudian, mereka juga harus siap berubah. Mereka tidak hanya terkungkung oleh dunia verbalistis, yakni hanya sanggup berbicara tetapi tidak pernah berani menerapkannya atau tidak dapat menerapkannya. Mereka tidak pula hanya NATO (Nothing Action Talk Only) alias pandai berbicara tanpa pernah melakukan aksi nyata. Bukan mereka yang merasa bisa tetapi tidak bisa dan bukan pula mereka yang menutup diri dari kiprah anak-anak muda karena takut ketahuan ketidakmampuannya. Melainkan, mereka harus konsisten dengan omongannya, berani melakukan ujicoba, tidak takut salah, dan tidak sungkan-sungkan bertanya kepada yang tahu dan mengerti, terbuka, dan akomodatif terhadap ide yang berkembang. Itulah yang dinamakan guru berprestasi.
Saat ini, semua lembaga pendidikan mulai berbenah ke arah konsep pendidikan yang baru. Sekolah formal pun mulai menerapkan kurikulum baru yang mengarah kepada kompetensi dasar dan bermanajemen berbasis sekolah. Kemudian, para orang tua mulai melirik sekolah-sekolah, lembaga-lembaga pendidikan, dan sanggar-sanggar pendidikan yang megutamakan keunggulan. Guru berprestasi juga tentunya harus mengikuti arus perubahan dan berani mengubah paradigma pendidikan. Bukan malah bertahan dalam Status Quo, membentengi diri dengan alasan semua pembaruan sudah ada dalam diri mereka, bukan barang baru, kita semua bisa, dan seabrek alasan lainnya. Yang paling penting adalah berbuat aksi senyatanya dengan mencoba dan mengolah berbagai model pembelajaran berdasarkan kompetensi yang akan dicapai.
Rabu, 02 Juli 2008
MENGHALALKAN "INSAN" DENGAN POTENSI DIRI BEREKSISTETNSI
NILAI KEMANUSIAAN YANG ADIL, DEMOKRATIS DALAM KEMASYARAKATAN SOSIAL
Nurcholis mengatakan bahwa tantangan masa depan demokrasi di negera
1. Pentingnya Kesadaran kemajuan atau pluralisme
2. Berpegang teguh pada prinsip musawarah.
3. Menghindari bentuk – bentuk monolitisme dan absolutisme kekuasaan.
4. Cara harus sesuai dengan tujuan sebagai lewan dan tujuan mengahalalkan segala cara.
5. Meyakini dengan tulus bahwa kemufakatan merupakan hasil akhir musyawarah.
6. Memiliki perencanaan yang matang dalam memenuhi basic needs yang sesuai dengan cara – cara demokratis.
7. Kerjasama dan sikap antar warga masyarakat yang saling mempercayai iikad baik masing – masing.
8. Pendidikan demokrasi yang lived ini dalam sistem pendidikan..
9. Demokrasi merupakan proses trial and error yang akan menghantarkanh pada kedewasaan dan kematangan.
Dengan demikian, untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara menuju peradaban baru
Dalam masyarakat madani, warga negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produkstif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-gover mental untuk mencapai kebaikan bersama (public good) karena pada indepensinya terhadap negara (vis a vis the state). Dari sinilah kemudian masyarakat madani dipahami sebagai akar dan awal keterkaitannya dengan demokrasi dan demokratisasi masyarakat madani juga dipahami sebagai sebuah tatanan kehidupan yang menginginkan kesejahteraan hubungan antara warga negara dengan negara atas prinsip saling menghormati. Masyarakat madani berkeinginan membangun hubungan yang konsultatif bukan konfrontatif antara warga negara dan negara.
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi, menurut Dawam Bagaikar dua sisi mata uang, keduanya bersifat ko – eksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana – suasana demokratislah civil society dapat berkembang dengan wajar.
Menyikapi keterkaitan masyarakat madani dengan demokratisasi ini, larry Diamond secara sistematis mneyebutkan ada 6 ( enam ) konstitusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi. Pertama, ia menyediakan wacana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat negara. Kedua, Pluralisme dalam masyrakat madani, bila di organisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis. Ketiga, memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Keempat, ikut menjaga stabilitas negara. Kelima, tempat menggembleng pimpinan politik. Keenam, menghalangi dominasi rezim.
Dalam masyarakat madani terdapat nilai – nilai yang universal tentang pluralisme yang kemudian menghilangkan segala bentuk kecendrungan partikularisme dan sektrarianisme. Hal ini dalam proses demokrasi menjadi elemen yang sangat signifikan yang mana masing – masing individu, etnis dan golongan mampu mengahrgai kebhinekaan dan menghormati setiap kebutuhan yang diambil satu golongan atau individu.
Selain itu, sebagai bagian dari strategi demokratisasi , masyarakat madani memiliki perspektif sendiri dalam perjuangan demokrasi dan memiliki spekttrum yang luas dan berjangka panjang. Dalam perspektif masyarakat madani demokratisasi tidak hanya dimaknai sebagai posisi diametral dan antitesa negara, melainkan bergantung pada situasi dan kondisinya.
Masyarakat Madani dan Penegakan Hak – Hak Sipil Keagamaan di Indonesia
Menuju masyarakat madani melalui penegakan hak – hak sipil keagamaan dimana negara
Sebagai unsur – unsur yang klasik yang dipakai dalam negara yaitu diakuinya adanya hak – hak asasi yang harus dilindungi oleh pihak penguasa dan sebagai jaminannya ialah diadakan pembagian kekuasaan.
Negara hukum mempunyai 4 unsur :
1. Hak – hak asasi
2. Pembagian kekuasaan.
3. Adanya undang – undang bagi tindakan pemerintah.
4. Peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan – bentrokan dalam masyarakat negara harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai stabilisator.
Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan – hubungan manusia dalam masyarakat dan mentertibkan gejala – gejala kekusaan manusia dalam masyarakat dan gejala – gejala kekuasaan dalam masyrakat. Negara menetapkan cara- cara dan batas – batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalma kehidupan. Pengendalian ini berdasarkan sistem hukum dan dengan peraturan pemerintah serta segala alat – alat perlengkapan.
Untuk menegaskan kedudukan agama ini maka telah disebutkan bahwa neagara Republik Indonesia berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada “Ketuhaan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta dengan mewujudkan Suatu Keadilan Sosial Bagi Sleuruh Rakyat Indonesia”.
Prinsip Ketuhanan ini menegaskan bahwa masing – masing orang
Nilai – nilai ketuhanan menuntut tumbuhnya sikap dan perbuatan yang sesuai dengan norma – norma dan moral yang diajarkan oleh agama – agama yang bersumber dari Tuhan. Hal ini mengingat bahwa agama adalah dasar dan asas moral bangsa dan masyarakat yang berfilsafah pancasila. Untuk itu maka nilai – nilai agama mendapat tempat interprestasi dan implementasi dalam pancasila sebagai dasar filsafah dan ideologi ngara. Bangsa
Dalam membangun dan membina masyarakat dan bangsa dengan totalitasnya, perlu dipikirkan terutama terhadap generasi penerus, agar keberagaman yang telah interen dengan alam dan kondisi
Hak – hak atau hak asasi dalam masyarakat dan bangsa meliputi, kemerdekaan beragama, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, kebebasan mengeluarkan pikiran baik denganh lisan atau tulisan, mendapatkan tempat atau rumah dan sebagainya.
Dalam masyarakat madani, setiap manusia mempunyai hak sama dan dipandang sebagai kenyataan, baik secara pribadi ataupun secara bergolongan. Setiap anggota masyarakat menyadari posisi masing – masing baik ia sebagai anggota masyarakat biasa, karyawan, pejabat ataupun sebagai penguasa, bahwa ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Dalam kebebasan atau kemerdekaan terkandung kebebasan beragama dan kebebasan mengeluarkan pendapat. Kebabasan beragama, tiap penganut atau tiap golongan agama mempunyai kebebasan dan perlindungan yang sama dalam menganut agama dan melaksanakan ibadat agamanya. Tiap Undang – Undang atau peraturan yang dibuat pemerintah atau oleh lembaga negara tidak bertentangan dengan agama yang dianut oleh warganya.
NILAI ETIKA & ESTETIKA
Oleh : Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed.* dan Mustakim, S.Pd.,MM*
Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas tentang baik buruknya tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas mengenai keindahan. Ringkasnya dalam pembahasan teori nilai ini bukanlah membahas tentang nilai kebenaran walaupun kebenaran itu adalah nilai juga. Pengertian nilai itu adalah harga dimana sesuatu mempunyai nilai karena dia mempunyai harga atau sesuatu itu mempunyai harga karena ia mempunyai nilai. Dan oleh karena itu nilai sesuatu yang sama belum tentu mempunyai harga yang sama pula karena penilaian seseorang terhadap sesuatu yang sama itu biasanya berlainan. Bahkan ada yang tidak memberikan nilai terhadap sesuatu itu karena ia tidak berharga baginya tetapi mungkin bagi orang lain malah mempunyai nilai yang sangat tinggi karena itu sangatlah berharga baginya.
Perbedaan antara nilai sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide atau abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat ditangkap oleh indra. Tingkah laku perbuatan manusia atau sesuatu yang mempunyai nilai itulah yang dapat ditangkap oleh indra karena ia bukan fakta yang nyata. Jika kita kembali kepada ilmu pengetahuan, maka kita akan membahas masalah benar dan tidak benar. Kebenaran adalah persoalan logika dimana persoalan nilai adalah persoalan penghayatan, perasaan, dan kepuasan. Ringkasan persoalan nilai bukanlah membahas kebenaran dan kesalahan ( benar dan salah ) akan tetapi masalahnya ialah soal baik dan buruk, senang atau tidak senang. Masalah kebenaran memang tidak terlepas dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah menyelesaikan masalah etika dan estetika dimana pembahasan tentang nilai ini banyak teori yang dikemukakan oleh beberapa golongan dan mepunyai pandangan yang tidak sama terhadap nilai itu. Seperti nilai yang dikemukakan oleh agama, positifisme, fragmatisme, fitalisme, hidunisme dan sebagainya.
1. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etka ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tndakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum. Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia ( baik dan buruk ) menurut situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa fungsi etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia ( baik dan buruk ) akan tetapi dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama ( relatif ) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu :
1. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian
Oleh karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam etika
2 Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja
Perbuatan manusia ( kejahatan ) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja maka perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.
3. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri
Perbuatan manusia yang dilakukan denan paksaan ( dalam keadaan terpaksa ) maka perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.
Demikianlah persyaratan perbuatan manusia yang dapat dikenakan sanksi ( hukuman ) dalam etika.
2. Estetika
Estetika dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku perbuatan manusia ( baik dan buruk ). Sedangkan estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini.
Seperti dalam etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal ini ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah ukuran indah itu. Zaman dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika [ abstrak ). Sedangkan dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap